LEGENDA DESA JATIROTO
DAN DUKUH PUCANG
Berawal dari datangnya dua tokoh dari Mataram. Kedua tokoh ini diutus untuk
mencari jasad dari Raja Mataram yang meninggal dunia namun jasadnya belum ditemukan,
raja tersebut bemama Sultan Agung Hanyokrokusumo. Sultan Agung Hanyokrokusumo
adalahraja dai Mataram yang sangat disegani dan dihormati. Beliau adalah raja yang sangat
bijaksana, semua punggawa prajurit dan orang-orang Mataram sangat patuh dan tunduk
kepadanya. Selain dilihat dari kepemimpinannya Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah
sosok yang religius dan dekat dengan Sang Kholiq. Beliau memeluk agama islam dan
mengamalkannya kepada abdi dalem kerajaan serta rakyatnya. Sultan Agung
Hanyokrokusumo sudah memimpin Mataram selama bertahun-tahun, sehingga umur
beliaupun semakin lama juga bertambah tua. Dengan umur beliau yang sudah tua, akhirnya
Sultan Agung Hanyokrokusumo meninggal, namun jasadnya menghilang dan tidak diketahui
keberadaannya. Menurut ceritazaman dahulu orang yang dekat denganSang Khaliq, ketika
meninggal maka jasad atau mayatnya juga akan ikut menghilang (Muswo, dalam bahasa
Jawa), begitu pula dengan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Namun pada waktu itu para
punggawa dan orang-orang di Mataram tidak mempercayai hal itu, mereka beranggapan
bahwa jasad Sultan Agung Hanyokrokusumo masih ada di dunia hanya saja tidak diketahui
keberadaannya. Ada juga masyarakat Mataram yang menganggap bahwa Jasad dari Sultan
Agung Hanyokrokusumo disembunyikan atau diculik oleh musuh Mataram dengan tujuan
Maka dari itu para abdi dalem, punggawa dan prajurit Mataram mengadakan
Sarasehan atau rapat untuk menindaklanjuti kejadian tersebut. Dari hasil sarasehan maka
terambil suatu keputusan, yaitu menugaskan prajurit Mataram untuk mencari jasad Sultan
Agung Hanyokrokusumo. Setelah sarasehan selesai, para pemimipin prajurit membagi
pasukan dan disuruh untuk menyebar dan mencari jasadSultan Agung Hanyokrokusumo.
Kedua tokoh dari Mataram, yaitu Ki Gusti Mataram dan Haji Mataram juga ikut
ditugaskan untuk mencari jasad Sultan Agrrng Hanyokrokusumo. Kedua tokoh ini akhirnya
melaksanakan tugasnya. Dalam pencariannya,sampailah kedua tokoh ini di suatu daerah,
dimana daerah ini masih berupa hutan belantara. Sambil mencari jasad raja Mataram, kedua
tokoh ini membuat tempat untuk bernaung dengan cara babat alas atau membersihkan semaksemak dan pepohonan yang lama-kelamaan tempat tersebut menjadi perkampungan yang
cukup luas. Setelah jadi perkampungan kedua tokoh ini berinisiatif untuk menyebarkan
agamia Islam kepada masyarakat sekitar. Ajaran Islam yang disampaikan juga disambut
dengan senang hati oleh masyarakat yang ada disitu.
Suatu ketika, di perkampungan tersebut terjadi sebuah bencana bardir bandang.
Banjir ini berasal dari gunung Kendeng, sehingga perkampungan tersebut menjadi porak
poranda dan sarah atau sampah dari pohon jati berserakan dimana-mana. Setelah banjir
surut, kedua tokoh ini membuat kesepakatan karena perkampungan ini banyak berserakan
sampah pohon Jati. Maka kedua tokoh ini berinisiatif untuk membersihkan sampah tersebut
dengan membagi tugas, masing-masing tokoh ini mendapat bagian atau wilayah yang
harus dibersihkan. Mbah haji Mataram membersihkan disebelah selatan, sedangkan Ki
Gusti Mataram mendapat bagian di sebelah utara. Setelah semua sampah bersih, terciptalah
perkampungan barq namun terbagi menjadi dua perkampungan. Untuk wilayah yang
dibersihkan oleh Ki Gusti Pucang, para warga masyarakat menjuluki desa tersebut dengan
nama desa Pucang. Sedangkan untuk wilayah yang dibersihkan oleh Mbah Haji Mataram di
beri nama Desa Jabung. Ki Gusti Mataram dan Mbah Haji Mataram menjadi tokoh penting di
desa atau wilayatr masing-masing. Suatu ketika terjadi perselisihan dan pertikaian antara desa
Pucang dan desa Jabung, kedua tokoh ini pula yang mendamaikan kedua desa tersebut.
Setelah bertahun-tahun menetap di perkampungan tersebut kedua tokoh ini akhimya
meninggal dunia. Sampai mereka meninggal dunia, mereka juga gagal dalam melaksanakan
misi, yaitu mencari Sultan Agung Hanyokrokusumo. Dan setelah kedua tokoh ini meninggal
dunia makamnya dijadikan punden dan masyarakat menyebutnya dengan sesepuh. Makam
kedua tokoh ini dinamakan "Sentono dalem". Seiring berlalunya waktu dan perkembangan
zatnan kedua dulruh tersebut menjadi desa yang cukup luas dan penduduknya semakin
banyak. Kedua dukuh ini dipimpin oleh Kepala Desa. Dukuh Pucang dipimpin oleh
Mowidjojo dan dukuh Jabung dipimpin oleh Prawirongadin. Di kedua dukuh ini sering
terjadi banjir sehingga masyarakat menjadi panic dan gelisah. Maka dari itu kedua pemimpin
dukuh tersebut melakukan tirakat atau kuasa dan bertapa di kedua makam, yaitu makam
Ki Gusti Mataram dan Mbah Haji Mataram. Usaha itupun membuahkan hasil. Suatu ketika
kedua pemimpin tersebut mimpi dan bertemu dengan Ki Gusti dan Haji Mataram. Kedua
sesepuh ini menceritakan asal usul terjadinya kedua desa tersebut, bahwa dahulu dikedua
dukuh terjadi bencana banjir bandang dan kedua dukuh
menjadi rata dengan sarah jati yang berserakan.Kemudian sesepuh berpesan kepada
pemimpin dukuh tersebut, untuk menyatukan kedua dukuh tersebut menjadi satu desa.
Dengan wasilah yang diberikan oleh sesepuh. Kemudian kedua pemimpin tersebut
menyanggupinya. Akhirnya kedua dukuh tersebut disatukan menjadi satu desa yang diberi
nama Jatiroto. Diambil dari cerita sesepuh / wasilah sesepuh. Pada waktu itu salah
satu dari kedua tokoh Mataram menempati wilayah perkampungan yang saat ini disebut
Jatiroto. Beliau adalah Ki Gusti Pucang. Pada waktu itu, Ki Gusti tinggal di wilayah yang
saat ini dinamakan Pucang.
Ki Gusti adalah orang yang ahli dalam membuat pusaka dan ahli strategi peperangan.
Pusaka buatan beliau yang paling terkenal dikalangan masyarakat adalah keris. Hasil
karyanya sangatlah terkenal dikalangan kerajaan maupun masyarakat umum, dan sangat
dikagumi banyak masyarakat. Banyak pula masyarakat biasa sampai kalangan kerajaan yang
memesan keris dari hasil karya Ki Gusti. Keris buatan Ki Gusti sangat ampuh dan biasanya
digunakan untuk berperang. Selain membuat pusaka beliau juga ahli dalam merancang stategi
perang. Biasanya kerajaan yang mau berperang menyuruh Ki Gusti untuk merencanakan
strategi. Namun yang paling banyak berperang adalah pusaka buatan Ki Gusti.
Dengan terkenalnya pusaka atau keris buatannya beliau dijuluki empu yang tersohor
atau ternama. Menurut para masyarakat pusaka yang dibuat Ki Gusti sangat canggih. Dari
awal nama empu, yaitu julukan dari Ki Gusti, muncullah istilah empucang yang lambat laun
masyarakat setempat memberikan nama dukuh tersebut dengan nama Empucang. Diambil
dari julukan Ki Gusti dan pusaka buatannya yang canggih. Karena Ki Gusti dijadikan sesepuh
Dengan perkembangan zatrlar., saat ini duhrh tersebut disatukan dengan Jabung dan
diberi satu nama yaitu Desa Jatiroto. Dan Empucang dan Jabung itu dijadikan sebagai nama
dukuh. Nama dukuh Empucang sekarang berubah, karena pengucapan orang jawa. Sehingga
Empucang menjadi Pucang, dan nama Pucang tetap sehingga Empucang menjadi Pucang,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar